NAMA : GUNAWAN
NIM
: F1C111035
PRODI: KIMIA
UNIVERSITAS JAMBI
Entalpi Pembentukan
Perubahan entalpi pada pembentukan 1 mol
zat langsung dari unsur-unsurnya disebut entalpi molar pembentukan atau entalpi
pembentukan. Jika pengukuran dilakukan pada keadaan
standar (298 k, 1 atm) dan semua unsur-unsurnya dalam bentuk standar, maka
perubahan entalpinya disebut entalpi
pembentukan standar (ΔHf 0). Entalpi pembentukan
dinyatakan dalam kJ per mol (kJ mol -1).
Supaya terdapat keseragaman, maka harus
ditetapkan keadaan
standar, yaitu suhu 25 0 C dan tekanan 1 atm. Dengan demikian perhitungan
termokimia didasarkan pada keadaan standar.
Pada
umumnya dalam persamaan termokimia dinyatakan:
AB + CD ———-> AC + BD Δ
H0 = x kJ/mol
Δ H0 adalah
lambang dari perubahan entalpi pada keadaan itu. Yang dimaksud dengan bentuk
standar dari suatu unsur adalah bentuk yang paling stabil dari unsur itu pada
kondisi standar (298 K, 1 atm).
Untuk
unsur yang mempunyai bentuk alotropi, bentuk standarnya ditetapkan berdasarkan
pengertian tersebut. Misalnya, karbon yang dapat berbentuk intan dan grafit,
bentuk standarnya adalah grafit, karena grafit adalah bentuk karbon yang paling
stabil pada 298 K, 1 atm. Dua hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan
entalpi pembentukan yaitu bahwa zat yang dibentuk adalah 1 mol dan dibentuk
dari unsurnya dalam bentuk standar.
Contoh: Entalpi pembentukan etanol
(C2H5OH) (l) adalah -277,7 kJ per mol. Hal ini berarti: Pada pembentukan
1 mol (46 gram) etanol dari unsur-unsurnya dalam bentuk standar, yaitu karbon
(grafit), gas hidrogen dan gas oksigen, yang diukur pada 298 K, 1 atm
dibebaskan 277,7 kJ dengan persamaan termokimianya adalah:
2 C (s, grafit) + 3H2 (g) + ½ O2 (g) –> C2 H5 OH (l) ΔH = -277,7kJ
2 C (s, grafit) + 3H2 (g) + ½ O2 (g) –> C2 H5 OH (l) ΔH = -277,7kJ
Nilai
entalpi pembentukan dari berbagai zat serta persamaan termokimia reaksi
pembentukannya diberikan pada tabel 2 berikut.
Tabel
2. Nilai entalpi pembentukan berbagai zat
& Persamaan termokimia reaksi pembentukannya
1. Defenisi Kinetika
Kimia
Kinetika Kimia merupakan pengkajian laju dan mekanisme
reaksi kimia. Besi lebih cepat berkarat dalam udara lembab dari pada dalam
udara kering, makanan lebih cepat membusuk bila tidak didinginkan, kulit (bule)
lebih cepat menjadi gelap dalam musim panas dari pada dalam musim dingin. Ini
merupakan 3 contoh yang lajim dari perubahan kimia yang kompleks dari laju yang
beraneka menurut kondisi reaksi. Yang lebih mendasar dari pada sekedar laju
suatu reaksi adalah bagaimana perubahan kimia itu berlangsung.
Kinetika kimia adalah
suatu ilmu yang membahas tentang laju (kecepatan) dan mekanisme reaksi.
Berdasarkan penelitianyang mula – mula dilakukan oleh Wilhelmy terhadap
kecepatan inversi sukrosa, ternyata kecepatan reaksi berbanding lurus dengan
konsentrasi / tekanan zat – zat yang bereaksi. Laju reaksi dinyatakan
sebagai perubahan konsentrasi atau tekanan dari produk atau reaktan terhadap
waktu.
Berdasarkan jumlah
molekul yang bereaksi, reaksi terdiri atas :
1.
Reaksi unimolekular : hanya 1 mol reaktan yang bereaksi
Contoh : N2O5 à
N2O4 + ½ O2
1.
Reaksi bimolekular : ada 2 mol reaktan yang bereaksi
Contoh : 2
HI à H2 + I2
1.
Reaksi termolekular : ada 3 mol reaktan yang bereaksi
Contoh : 2
NO + O2 à 2NO2
Berdasarkan banyaknya
fasa yang terlibat, reaksi terbagi menjadi :
1.
Reaksi homogen : hanya terdapat satu fasa dalam reaksi (gas atau larutan)
2.
Reaksi heterogen : terdapat lebih dari satu fasa dalam reaksi
3.
Secara kuantitatif,
kecepatan reaksi kimia ditentukan oleh orde reaksi, yaitu jumlah dari eksponen
konsentrasi pada persamaan kecepatan reaksi.
2. Reaksi Orde Nol
Pada reaksi orde nol,
kecepatan reaksi tidak tergantung pada konsentrasi reaktan.
Persamaan laju reaksi
orde nol dinyatakan sebagai :
A – A0 = – k0 .
t
A = konsentrasi
zat pada waktu t
A0 =
konsentrasi zat mula – mula
Contoh reaksi orde nol
ini adalah reaksi heterogen pada permukaan katalis.
3. Reaksi Orde Satu
Pada reaksi prde satu,
kecepatan reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi reaktan.
Persamaan laju reaksi
orde satu dinyatakan sebagai :
- = k1 [A]
- = k1 dt
ln = k1 (t
– t0)
Bila t = 0
à A = A0
ln [A] =
ln [A0] - k1 t
[A] = [A0]
e-k1t
4. Reaksi Orde Dua
Persamaan laju reaksi
untuk orde dua dinyatakan sebagai :
- = k2 [A]2
- = k2 t
- = k2 (t – t0)
Tetapan laju (k2)
dapat dihitung dari grafik 1/A terhadap t dengan k2 sebagai
gradiennya.
5. Penentuan Energi
Aktifasi
Energi aktifasi adalah
ambang batas energi yang harus icapai agar suatu reaksi dapat terjadi.
Penentuan energi aktifasi dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan
Arrhenius
k = A e-Ea/RT
dimana
k = konstanta laju reaksi
A = faktor
pra eksponensial
Ea = energi
aktifasi (kJ/mol)
R =
tetapan gas ideal= 8,314 kJ / mol= 1,987 kal / mol K
T = suhu
mutlak (K)
6. Efek Katalis
Katalis adalah suatu
senyawa yang dapat menaikkan laju reaksi, tetapi tidak ikut menjadi reaktan /
produk dalam sistem itu sendiri. Setelah reaksi selesai, katalis dapat
diperoleh kembali tanpa mengalami perubahan kimia. Katalis berperan dengan
menurunkan energi aktifasi. Sehingga untuk membuat reaksi terjadi, tidak
diperlukan energi yang lebih tinggi. Dengan demikian, reaksi dapat berjalan
lebih cepat.
Karena katalis tidak
bereaksi dengan reaktan dan juga bukan merupakan produk, maka katalis tidak
ditulis pada sisi reaktan atau produk. Umumnya katalis ditulis di atas panah
reaksi yang membatasi sisi reaktan dan produk.
Contohnya pada reaksi
pembuatan oksigen dari dekomposisi termal KClO3, yang menggunakan
katalis MnO2.
2 KClO3 2 KCl + 3 O2
Katalis terbagi
menjadi dua golongan besar, yaitu
1.
Katalis Homogen
Suatu katalis disebut
homogen apabila berada dalam fasa yang sama dengan reaktan maupun produk reaksi
yang dikatalisa. Katalis ini berperan sebagai zat antara dalam reaksi.
Contohnya adalah efek katalis HBr pada dekomposisi termal t-butil alkohol, (CH3)3COH,
yang menghasilkan air dan isobutilen, (CH3)2C=CH2.
(CH3)3COH à (CH3)2C=CH2 +
H2O
Tanpa penggunaan
katalis, reaksi ini berlangsung sangat lambat, bahkan pada suhu tinggi
sekalipun. Hal ini disebabkan karena reaksi ini memiliki energi aktifasi yang
sangat tinggi, yaitu 274 kJ/mol. Dengan menggunakan HBr, energi aktifasi akan
turun menjadi 127 kJ/mol, dan reaksi menjadi
(CH3)3COH + HBr à
(CH3)3CBr + H2O
(CH3)3CBr à (CH3)2C=CH2 +
HBr
Kelemahan dari katalis
homogen ini adalah ketika reaksi selesai, diperlukan perlakuan kimia
selanjutnya untuk memisahkan katalis dari campuran reaksi.
1.
Katalis Heterogen
Katalis heterogen
adalah katalis yang fasanya tidak sama dengan reaktan atau produk reaksi yang
dikatalisa. Katalis heterogen biasanya berfungsi sebagai permukaan tempat
terjadinya reaksi. Contohnya adalah reaksi antara H2 dan O2 pada
permukaan logam. Logam berfungsi sebagai permukaan adsorben dimana H2 dan
O2 akan menempel dan bereaksi.
Redoks (singkatan dari
reaksi reduksi/oksidasi) adalah istilah yang menjelaskan berubahnya bilangan
oksidasi (keadaan oksidasi) atom-atom dalam sebuah reaksi kimia.
Hal ini dapat berupa
proses redoks yang sederhana seperti oksidasi karbon yang menghasilkan karbon
dioksida, atau reduksi karbon oleh hidrogen menghasilkan metana(CH4), ataupun
ia dapat berupa proses yang kompleks seperti oksidasi gula pada tubuh manusia
melalui rentetan transfer elektron yang rumit.
`Istilah redoks
berasal dari dua konsep, yaitu reduksi dan oksidasi. Ia dapat dijelaskan dengan
mudah sebagai berikut:
* Oksidasi menjelaskan
pelepasan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion
* Reduksi menjelaskan
penambahan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion.
Walaupun cukup tepat
untuk digunakan dalam berbagai tujuan, penjelasan di atas tidaklah persis
benar. Oksidasi dan reduksi tepatnya merujuk pada perubahan bilangan oksidasi
karena transfer elektron yang sebenarnya tidak akan selalu terjadi. Sehingga
oksidasi lebih baik didefinisikan sebagai peningkatan bilangan oksidasi, dan
reduksi sebagai penurunan bilangan oksidasi.
Dalam prakteknya,
transfer elektron akan selalu mengubah bilangan oksidasi, namun terdapat banyak
reaksi yang diklasifikasikan sebagai “redoks” walaupun tidak ada transfer
elektron dalam reaksi tersebut (misalnya yang melibatkan ikatan kovalen).
Reaksi non-redoks yang
tidak melibatkan perubahan muatan formal (formal charge) dikenal sebagai reaksi
metatesis.
SENYAWA KOMPLEKS
Pengertian Senyawa Kompleks, Ion,
Contoh, Logam, Unsur Transisi, Kimia - Warna yang tampak dalam senyawa kimia
tidak hanya menarik, tetapi juga memberikan pengetahuan tentang struktur dan
ikatan di dalam senyawa. Logam-logam unsur transisi pada umumnya berwarna
sehingga banyak digunakan, misalnya untuk pigmen cat atau kaca.
Senyawa
kompleks adalah senyawa yang tersusun dari suatu ion logam pusat dengan satu
atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan elektron bebasnya kepada ion logam
pusat. Donasi pasangan elektron ligan kepada ion logam pusat menghasilkan
ikatan kovalen koordinasi sehingga senyawa kompleks juga disebut senyawa
koordinasi [1]. Jadi semua senyawa kompleks atau senyawa koordinasi adalah
senyawa yang terjadi karena adanya ikatan kovalen koordinasi antara logam
transisi dengan satu atau lebih ligan [2]. Senyawa kompleks sangat berhubungan
dengan asam dan basa lewis dimana asam lewis adalah senyawa yang dapat
bertindak sebagai penerima pasangan bebas sedangkan basa lewis adalah senyawa
yang bertindak sebagai penyumbang pasangan elektron [3]. Senyawa kompleks dapat
diuraikan menjadi ion kompleks,
Senyawa kompleks telah banyak dipelajari
dan diteliti melalui suatu tahapan-tahapan reaksi (mekanisme reaksi) dengan
menggunakan ion-ion logam serta ligan yang berbeda-beda. Ligan memiliki
kemampuan sebagai donor pasangan elektron sehingga dapat dibedakan atas ligan
monodentat, bidentat, tridentat dan polidentat
REAKSI SENYAWA KOMPLEKS
I.
Reaksi
Substitusi
Reaksi substitusi adalah reaksi
di mana 1 arau lebih ligan dalam suatu kompleks digantikan oleh ligan lain.
Karena ligan memiliki pasangan elektron bebas sehingga bersifat nukleofilik
(menyukai inti atom), maka reaksi tersebut juga dikenal sebagai reaksi
substitusi nukeofilik (SN).
Berdasarkan mekanismenya reaksi
substitusi dapat dibedakan menjadi :
1. SN1
(lim)
2. SN1
3. SN2
4. SN2
(lim)
5. SN1
(lim) : substitusi nukleofilik orde-1 ekstrim
Mekanisme reaksi diawali dengan
pemutusan salah satu ligan, ini berlangsung lambat sehingga merupakan tahap
penentu reaksi (rate determining step). Dengan demikian konstanta laju reaksi
(k) hanya dipengaruhi oleh jenis kompleks dan sama sekali tidak dipengaruhi
oleh jenis ligan pengganti.
Contoh :
[Co(CN-)5(H2O)]2- + Y- ↔ [Co(CN-)5(Y-)]2- + H2O
Diperoleh data harga k untuk
berbagai ligan pengganti (Y-) sebagai berikut :
ligan
pengganti (Y-)
|
k
(detik-1)
|
Br-
I-
SCN-
N3-
H2O-
|
1,6
. 10-3
1,6 . 10-3
1,6 . 10-3
1,6 . 10-3
1,6 . 10-3
|
Mekanisme reaksi :
[Co(CN-)5(H2O)]2- ↔ [Co(CN-)5]2- + H2O
(lambat)
[Co(CN-)5]2- + Y- ↔ [Co(CN-)5(Y-)]2- (cepat)
Persamaan laju
reaksi : r = k ([Co(CN-)5(H2O)]2
1. SN1
: substitusi nukleofilik orde-1
Pada tahap penentu laju reaksi
terjadi pemutusan maupun pembentukan ikatan. Pada saat ikatan antara ion pusat
dengan ligan terganti sudah hampir putus sudah terjadi pembentukan ikatan
(walaupun sangat lemah) antara ion pusat dengan ligan pengganti. Dengan
demikian tahap penentu utama laju reaksi adalah pemutusan ikatan antara ion
pusat dengan ligan terganti dan hanya sedikit dipengaruhi oleh pembentukan
ikatan antara ion pusat dengan ligan pengganti. Harga k terutama ditentukan
oleh jenis ion kompleks, namun jika jenis ligan pengganti divariasi ternyata
memberikan sedikit pengaruh seperti tersaji pada tabel berikut :
ligan pengganti (Y-)
|
k
|
|
[Ni(H2O)6]2+
|
[Co(H2O)6]2+
|
|
SO42-
Glisin
Diglisin
imidazol
|
1,5
0,9
1,2
1,6
|
2
2,6
2,6
4,4
|
1. SN2
: substitusi nukleofilik orde-2
Pada tahap penentu laju reaksi
terjadi pemutusan maupun pembentukan ikatan. Pada saat ikatan antara ion pusat
dengan ligan terganti baru mulai melemah sudah terjadi pembentukan ikatan yang
sudah hampir sempurna antara ion pusat dengan ligan pengganti. Dengan demikian
tahap penentu utama laju reaksi adalah pembentukan ikatan antara ion pusat
dengan ligan pengganti dan hanya sedikit dipengaruhi oleh pemutusan ikatan
antara ion pusat dengan ligan terganti.
1. SN2-lim
: substitusi nukleofilik orde-2 ekstrim
Mekanisme reaksi diawali dengan
pembentukan ikatan yang sempurna antara ion pusat dengan ligan pengganti,
dilanjutkan dengan pemutusan ligan terganti. Dengan demikian zantara
(intermediate) merupakan kompleks koordinasi 5. Konstanta laju reaksi (k)
dipengaruhi baik oleh jenis kompleks maupun oleh jenis ligan pengganti.
Contoh :
[PtCl4]2- + X- ↔
[PtCl3X-]2- + Cl-
Mekanisme :
[PtCl4]2- + X- ↔
[PtCl4X-]2- (lambat)
[PtCl4X-]2- ↔ [PtCl3X-]2- + Cl- (cepat)
Persamaan laju reaksi : r = k ([PtCl4]2-)2(X-)
Untuk reaksi
SN2 (lim) tersebut dapat disusun urutan laju reaksi untuk bebagai ligan pengganti
(Y-), dimana perbandingan laju reaksi bilamana digunakan ligan PR3 : OR- = 107 :1.
Reaksi
substitusi pada kompleks oktahedral pada umunya berlangsung melalui mekanisme
SN1 dan SN1-lim (mekanisme disosiatif), sedang substitusi pada kompleks bujursangkar
pada umunya berlangsung melalui mekanisme SN2 dan SN2-lim (asosiatif). Hal ini
dapat dipahami mengingat kompleks koordinat 6 sudah cukup crowded dan tidak ada
tempat lagi bagi ligan pengganti untuk bergabung sehingga dihasilkan kompleks
koordinat 7. Adapun untuk kompleks bujursangkar masih tersedia ruangan yang
cukup longgar bagi ligan pengganti untuk bergabung membentuk intermediate
berupa kompleks koordinat 5.
II.
Reaksi
Redoks
Reaksi redoks (reduksi-oksidasi)
adalah reaksi dimana terjadi perubahan btlangan oksidasi pada ion-ion pusatya.
Berdasarkan mekanismenya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu mekanisme bola dalam
(inner sphere mechanism) dan mekanisme bola luar (outer sphere mechanism).
a. Mekanisme bola dalam
(inner sphere mechanism)
Mekanisme bola dalam juga disebut mekanisme perpindahan ligan karena perpindahan elektron dalam reaksi ini juga
disertai dengan perpindahan ligan. Selain itu juga dikenal sebagai mekanisme jembatan ligan karena kompleks teraktivasinya merupakan kompleks dimana
ligan yang akan berpindah menjembatani dua ion pusat reaktan. Mekanisme ini
terjadi antara dua kompleks di mana kompleks yang 1 innert dan yang lain labil.
Contoh :
[Co(NH3)5Cl]2+ + [Cr(H2O)6]2+ + 5H3O+ ↔ [Co(H2O)6]2+ + [CrCl(H2O)5]2+ + 5NH4+
Dalam reaksi tersebut tejadi
perpindahan elektron dari Cr(II) ke Co(III) disertai dengan perpindahan
ligan Cl- dari
Co(III) ke Cr(II). Jika dalam reaksi digunakan [Co(NH3)5*Cl]2+ dan juga ditambahkan Cl- ke dalam larutan tenyata yang dihasilkan adalah [Cr*Cl(H2O)5]2+ dan bukan [CrCl(H2O)5]2+ , artinya Cl- yang terikat pada Cr adalah Cl- yang semula terikat oleh Co. Untuk menjelaskan hal itu,
H.Taube mengusulkan bahwa kompleks teraktivasi merupakan kompleks dimana ligan
yang akan berpindah menjembatani dua ion pusat reaktan, yaitu [(NH3)5Co-Cl-Cr(H2O)5]4+.
Jadi Cl berfungsi sebagai “kabel” untuk perpindahan elektron dari Cr(II) ke
Co(III) sehingga masing-masing berubah menjadi Cr(III) ke Co(II). Setelah
terjadi perpindahan elektron jari-jari Cr mengecil (karena muatan positif
bertambah), sebaliknya Co membesar (karena muatan positif berkurang). Akibatnya
daya tarik Cr(III) terhadap ligan Cl- lebih besar dibanding daya tarik Co(II) terhadap
ligan Cl- dan setelah
ikatan putus Cl- terikat oleh
Cr(III).
Mekanisme :
[Co(NH3)5Cl]2+ + [Cr(H2O)6]2+ ↔ [(NH3)5Co-Cl-Cr(H2O)5]4+ + H2O
[(NH3)5Co-Cl-
Cr(H2O)5]4+ ↔ [(NH3)5Co]2+ + [Cl-Cr(H2O)5]2+
[(NH3)5Co]2+ + 5H3O+ + H2O
↔ [Co(H2O)6]2+ + 5NH4+
Fakta lain yang mendukung usulan
Taube tersebut adalah bahwa jika digunakan ligan yang lebih konduktif
(lebih polar atau memiliki ikatan rangkap, ternyata reaksi berlangsung lebih
cepat :
VI- > VBr- > VCl-
V-CH=CH-CH-COO- > V-CH2-CH2-CH2-COO-
b. Mekanisme bola luar (outer
sphere mechanism)
Dalam mekanisme
ini hanya terjadi perpindahan electron dan tidak disertai dengan perpindahan
ligan, sehingga juga dikenal sebagai mekanisme perpindahan electron. Mekanisme
ini terjadi dalam reaksi antara 2 kompleks yang inert.
Contoh :
[*Fe(CN)6]4- + [Fe(CN)6]3- → [*Fe(CN)6]3- + [Fe(CN)6]4-
Karena kedua
kompleks bersifat innert, maka pelepasan berlangsung lambat. Adapun elektron,
dapat berpindah dengan sangat cepat (jauh lebih cepat dari perpindahan ligan) ;
oleh karena itu tidak mugkin terjadi kompleks teraktivasi jembatan ligan. Dalam
hal ini akan ditinjau 2 kemungkinan mekanisme :
§ Kedua
kompleks saling mendekat kemudian diikuti oleh perpindahan elektron dari
Fe(III) ke *Fe(II).
Jika hal ini terjadi maka akan tejadi kompleks *Fe(II) dengan ikatan
logam-ligan yang perlalu pendek, dan kompleks Fe(III) dengan ikatan logam-ligan
yang perlalu panjang. Kedua produk tersebut memiliki tingkat energi yang tinggi
(tak stabil), sehinga diduga tidak tejadi.
§ Kedua
kompleks terlebih dahulu membentuk ompleks yangh simetris. Ikatan logam-ligan
pada *Fe(II) agak
mengkerut sedang pada Fe(III) agak mulur. Hal ini juga memerlukan energi tetapi
relatif sedikit. Setelah kedua kompleks bergeometri sama (keadaan teaktivasi
elektron berrpindah dari Fe(III) ke *Fe(II)
melalui ligan-ligan kedua kompleks yang saling berdekatan. Dugaan ini didukung
oleh fakta bahwa jika perbedaan panjang ikatan logam-ligan dalam kedua kompleks
semakin besar tenyata ternyata reaksi berlangsung semakin lambat
Pereaksi
|
K (pada suhu 25 oC)
|
[*Mn(CN)6]4- + [Fe(CN)6]4-
[*Fe(CN)6]3- + [Fe(CN)6]4-
[*Co(NH3)6]2+ + [Co(NH3)6]3+
|
> 106 mol
detik-1
≈ 105 mol detik-1
≈ 104 mol detik-1
|
III.
Pengaruh
Trans
Dalam reaksi substitusi pada
kompleks platinum teramati bahwa laju reaksi sangat dipengaruhi oleh sifat
gugus yang berada pada posisi trans
dari ligan terganti. Ligan-ligan dapat diurutkan berdasarkan ”pengaruh trans”,
yaitu kemampuan melabilkan ligan lain yang berada pada posisi trans untuk siap
digantikan. Dalam daftar berikut ligan diurutkan mulai dari yang memiliki
”pengaruh trans” paling kuat, : CO, CN-, C2H4 > PR3, H-, RO > CH3-,
SC(NH2)2> C6H5, NO2-,
I-, SCN- > Br- > Cl- > NH3, Py, RNH2, F- > OH- > H2O.
WARNA
|
WARNA
KOMPLEMEN
|
Hijau kekuningan
Hijau
Biru kehijauan
Hijau kebiruan
Biru
Biru keunguan
|
Ungu kebiruan
Ungu kemerahan
Merah
Oranye
Kuning keoranyean
Kuning
|
Ion
kompleks adalah senyawa ionik, di mana kation dari logam transisi berikatan
dengan dua atau lebih anion atau molekul netral. Dalam ion kompleks, kation
logam unsur transisi dinamakan atom pusat, dan anion atau molekul netral
terikat pada atom pusat dinamakan ligan (Latin: ligare, artinya mengikat).
Menurut teori asam-basa Lewis, ion logam transisi menyediakan
orbital d yang kosong sehingga berperan sebagai asam Lewis (akseptor pasangan
elektron bebas) dan ion atau molekul netral yang memiliki pasangan elektron
bebas untuk didonorkan berperan sebagai basa Lewis.
Contoh ion
kompleks adalah [Fe(H2O)6]3+.
Atom Fe
bermuatan 3+ dengan konfigurasi elektron [Ar] 3d5 4s0. Oleh karena atom
Fe dapat mengikat enam molekul H2O (netral), atom Fe harus
menyediakan enam buah orbital kosong. Hal ini dicapai melalui
hibridisasi d2sp3. Proses hibridisasinya adalah
sebagai berikut.
Konfigurasi
atom Fe :
Konfigurasi
dari ion Fe3+ :
Oleh karena
memerlukan enam orbital kosong, hibridisasi yang terjadi adalah d2sp3, yakni
2 orbital dari 3d, 1 orbital dari 4s, dan 3 orbital dari 4p. Keenam
orbital d2sp3 selanjutnya dihuni oleh pasangan
elektron bebas dari atom O dalam molekul H2O.
Molekul
atau ion yang bertindak sebagai ligan, yang terikat pada atom pusat,
sekurang-kurangnya harus memiliki satu pasang elektron valensi yang tidak
digunakan, misalnya Cl–, CN–, H2O, dan NH3, seperti
ditunjukkan pada struktur Lewis Gambar 1.
Pada
pembentukan ion kompleks, ligan dikatakan mengkoordinasi logam sebagai atom
pusat. Ikatan yang terbentuk antara atom pusat dan ligan adalah ikatan kovalen
koordinasi. Penulisan rumus kimia untuk ikatan koordinasi dalam senyawa
kompleks digunakan tanda kurung siku. Jadi, dalam rumus [Cu(NH3)4]SO4 terdiri
atas kation [Cu(NH3)4]2+ dan
anion SO42–, dengan kation merupakan ion
kompleks. Senyawa yang terbentuk dari ion kompleks dinamakan senya a kompleks
atau koordinasi.
Ion
kompleks memiliki sifat berbeda dengan atom pusat atau ligan pembentuknya.
Misalnya, pada ion kompleks Fe(SCN)2+, ion SCN– tidak
berwarna dan ion Fe3+ berwarna cokelat. Ketika kedua spesi
itu bereaksi membentuk ion kompleks, [Fe(SCN)6]3– warnanya
menjadi merah darah.
Pembentukan
kompleks juga dapat mengubah sifat-sifat ion logam, seperti sifat reduksi atau
sifat oksidasi. Contohnya, Ag+ dapat direduksi oleh air
dengan potensial reduksi standar:
Ag+(aq)
+ e– → Ag(s)
Eo = +0,799 V
Namun
ion [Ag(CN)2]– tidak dapat direduksi oleh air
sebab ion Ag+ sudah dikoordinasi oleh ion CN– menjadi
stabil dalam bilangan oksidasi +1.
[Ag(CN)2]–(aq)
+ e– → Ag(s)
Eo = –0,31 V
Pertanyaan:
Perbedaan ion kompleks dengan
senyawa ionik?
JAWAB
:
Senyawa kompleks
1. Senyawa kompleks adalah senyawa yang tersusun dari suatu ion logam pusat dengan satu
atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan elektron bebasnya kepada ion logam
pusat. Donasi pasangan elektron ligan kepada ion logam pusat menghasilkan ikatan kovalen
koordinasi sehingga senyawa kompleks juga disebut senyawa koordinasi . Jadi semua
senyawa kompleks atau senyawa koordinasi adalah senyawa yang terjadi karena adanya
ikatan kovalen koordinasi antara logam transisi dengan satu atau lebih ligan .
Senyawa kompleks sangat berhubungan dengan asam dan basa lewis dimana asam lewis
adalah senyawa yang dapat bertindak sebagai penerima pasangan bebas sedangkan basa
lewis adalah senyawa yang bertindak sebagai penyumbang pasangan elektron .
Senyawa kompleks dapat diuraikan menjadi ion kompleks.
1. Senyawa kompleks adalah senyawa yang tersusun dari suatu ion logam pusat dengan satu
atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan elektron bebasnya kepada ion logam
pusat. Donasi pasangan elektron ligan kepada ion logam pusat menghasilkan ikatan kovalen
koordinasi sehingga senyawa kompleks juga disebut senyawa koordinasi . Jadi semua
senyawa kompleks atau senyawa koordinasi adalah senyawa yang terjadi karena adanya
ikatan kovalen koordinasi antara logam transisi dengan satu atau lebih ligan .
Senyawa kompleks sangat berhubungan dengan asam dan basa lewis dimana asam lewis
adalah senyawa yang dapat bertindak sebagai penerima pasangan bebas sedangkan basa
lewis adalah senyawa yang bertindak sebagai penyumbang pasangan elektron .
Senyawa kompleks dapat diuraikan menjadi ion kompleks.
2. Ion Kompleks
Ion kompleks adalah senyawa ionik, di mana kation dari logam transisi berikatan dengan
dua atau lebih anion atau molekul netral. Dalam ion kompleks, kation logam unsur
transisi dinamakan atom pusat, dan anion atau molekul netral terikat pada atom pusat
dinamakan ligan (Latin: ligare, artinya mengikat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar